Website Baru Kami, Klik Gambar

Website Baru Kami, Klik Gambar
Kajian Ilmu Agama Islam
Home » » Bid'ah

Bid'ah

B ID’AH
I . Nabi saw memperbolehkan
berbuat bid ’ah hasanah .
Nabi saw memperbolehkan kita
melakukan Bid ’ah hasanah selama hal
itu baik dan tidak menentang syariah ,
sebagaimana sabda beliau saw:
“ Barangsiapa membuat buat hal baru
yang baik dalam islam , maka baginya
pahalanya dan pahala orang yang
mengikutinya dan tak berkurang
sedikitpun dari pahalanya , dan
barangsiapa membuat -buat hal baru
yg buruk dalam islam, maka baginya
dosanya dan dosa orang yg
mengikutinya dan tak dikurangkan
sedikitpun dari dosanya ” (Shahih
Muslim hadits no .1017 , demikian pula
diriwayatkan pada Shahih Ibn
Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra,
Sunan Addarimiy , Shahih Ibn Hibban
dan banyak lagi ). Hadits ini
menjelaskan makna Bid ’ah hasanah
dan Bid' ah dhalalah .
Perhatikan hadits beliau saw,
bukankah beliau saw menganjurkan ? ,
maksudnya bila kalian mempunyai
suatu pendapat atau gagasan baru yg
membuat kebaikan atas islam maka
perbuatlah . ., alangkah indahnya
bimbingan Nabi saw yg tidak mencekik
ummat , beliau saw tahu bahwa
ummatnya bukan hidup untuk 10 atau
100 tahun, tapi ribuan tahun akan
berlanjut dan akan muncul kemajuan
zaman , modernisasi, kematian ulama ,
merajalela kemaksiatan , maka
tentunya pastilah diperlukan hal -hal
yg baru demi menjaga muslimin lebih
terjaga dalam kemuliaan , demikianlah
bentuk kesempurnaan agama ini, yg
tetap akan bisa dipakai hingga akhir
zaman , inilah makna ayat : “ ALYAUMA
AKMALTU LAKUM DIINUKUM. .dst ,
“ hari ini Kusempurnakan untuk kalian
agama kalian, kusempurnakan pula
kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi
islam sebagai agama kalian” ,
maksudnya semua ajaran telah
sempurna , tak perlu lagi ada
pendapat lain demi memperbaiki
agama ini , semua hal yg baru selama
itu baik sudah masuk dalam kategori
syariah dan sudah direstui oleh Allah
dan rasul Nya, alangkah sempurnanya
islam .
Namun tentunya bukan membuat
agama baru atau syariat baru yg
bertentangan dengan syariah dan
sunnah Rasul saw, atau menghalalkan
apa- apa yg sudah diharamkan oleh
Rasul saw atau sebaliknya , inilah
makna hadits beliau saw :
“ Barangsiapa yg membuat buat hal
baru yg berupa keburukan ... dst” ,
inilah yg disebut Bid ’ah Dhalalah .
Beliau saw telah memahami itu
semua , bahwa kelak zaman akan
berkembang , maka beliau saw
memperbolehkannya (hal yg baru
berupa kebaikan ), menganjurkannya
dan menyemangati kita untuk
memperbuatnya, agar ummat tidak
tercekik dengan hal yg ada dizaman
kehidupan beliau saw saja , dan beliau
saw telah pula mengingatkan agar
jangan membuat buat hal yg buruk
( Bid’ ah dhalalah ).
Mengenai pendapat yg mengatakan
bahwa hadits ini adalah khusus untuk
sedekah saja, maka tentu ini adalah
pendapat mereka yg dangkal dalam
pemahaman syariah , karena hadits
diatas jelas-jelas tak menyebutkan
pembatasan hanya untuk sedekah
saja, terbukti dengan perbuatan
bid ’ah hasanah oleh para Sahabat
dan Tabi’in.
II . Siapakah yg pertama memulai
Bid ’ah hasanah setelah wafatnya
Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan besar-
besaran atas para sahabat (Ahlul
yamaamah) yg mereka itu para
Huffadh ( yg hafal ) Alqur ’an dan Ahli
Alqur ’an di zaman Khalifah Abubakar
Asshiddiq ra, berkata Abubakar
Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit
ra : “ Sungguh Umar (ra) telah datang
kepadaku dan melaporkan
pembunuhan atas ahlulyamaamah
dan ditakutkan pembunuhan akan
terus terjadi pada para Ahlulqur ’an ,
lalu ia menyarankan agar Aku
( Abubakar Asshiddiq ra)
mengumpulkan dan menulis Alqur ’an ,
aku berkata : Bagaimana aku berbuat
suatu hal yg tidak diperbuat oleh
Rasulullah ..?? , maka Umar berkata
padaku bahwa Demi Allah ini adalah
demi kebaikan dan merupakan
kebaikan , dan ia terus meyakinkanku
sampai Allah menjernihkan dadaku
dan aku setuju dan kini aku
sependapat dengan Umar, dan
engkau (zeyd ) adalah pemuda ,
cerdas , dan kami tak menuduhmu
( kau tak pernah berbuat jahat ), kau
telah mencatat wahyu , dan sekarang
ikutilah dan kumpulkanlah Alqur ’ an
dan tulislah Alqur ’an ..!” berkata Zeyd :
“ Demi Allah sungguh bagiku
diperintah memindahkan sebuah
gunung daripada gunung- gunung
tidak seberat perintahmu padaku
untuk mengumpulkan Alqur ’an ,
bagaimana kalian berdua berbuat
sesuatu yg tak diperbuat oleh
Rasulullah saw??” , maka Abubakar ra
mengatakannya bahwa hal itu adalah
kebaikan , hingga iapun meyakinkanku
sampai Allah menjernihkan dadaku
dan aku setuju dan kini aku
sependapat dengan mereka berdua
dan aku mulai mengumpulkan
Alqur ’an ”. (Shahih Bukhari hadits
no .4402 dan 6768 ).
Nah saudaraku , bila kita perhatikan
konteks diatas Abubakar shiddiq ra
mengakui dengan ucapannya :
“ sampai Allah menjernihkan dadaku
dan aku setuju dan kini aku
sependapat dengan Umar” , hatinya
jernih menerima hal yg baru ( bid’ ah
hasanah ) yaitu mengumpulkan
Alqur ’an , karena sebelumnya alqur’ an
belum dikumpulkan menjadi satu
buku , tapi terpisah- pisah di hafalan
sahabat , ada yg tertulis di kulit onta, di
tembok, dihafal dll , ini adalah Bid’ ah
hasanah , justru mereka berdualah yg
memulainya .
Kita perhatikan hadits yg dijadikan
dalil menafikan (menghilangkan )
Bid ’ah hasanah mengenai semua
bid ’ah adalah kesesatan, diriwayatkan
bahwa Rasul saw selepas melakukan
shalat subuh beliau saw menghadap
kami dan menyampaikan ceramah yg
membuat hati berguncang, dan
membuat airmata mengalir . ., maka
kami berkata : “ Wahai Rasulullah. .
seakan -akan ini adalah wasiat untuk
perpisahan… , maka beri wasiatlah
kami ..” maka rasul saw bersabda :
“ Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa
kepada Allah , mendengarkan dan
taatlah walaupun kalian dipimpin oleh
seorang Budak afrika , sungguh
diantara kalian yg berumur panjang
akan melihat sangat banyak ikhtilaf
perbedaan pendapat , maka
berpegang teguhlah pada sunnahku
dan sunnah khulafa ’urrasyidin yg
mereka itu pembawa petunjuk ,
gigitlah kuat kuat dengan geraham
kalian (suatu kiasan untuk
kesungguhan ), dan hati-hatilah
dengan hal -hal yg baru , sungguh
semua yg Bid 'ah itu adalah
kesesatan ”. (Mustadrak Alasshahihain
hadits no. 329 ).
Jelaslah bahwa Rasul saw
menjelaskan pada kita untuk
mengikuti sunnah beliau dan sunnah
khulafa ’urrasyidin , dan sunnah beliau
saw telah memperbolehkan hal yg
baru selama itu baik dan tak
melanggar syariah, dan sunnah
khulafa ’urrasyidin adalah anda lihat
sendiri bagaimana Abubakar shiddiq
ra dan Umar bin Khattab ra
menyetujui bahkan menganjurkan ,
bahkan memerintahkan hal yg baru ,
yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu
pembukuan Alqur ’an , lalu pula selesai
penulisannya dimasa Khalifah Utsman
bin Affan ra, dengan persetujuan dan
kehadiran Ali bin Abi Thalib kw .
Nah. . sempurnalah sudah keempat
makhluk termulia di ummat ini ,
khulafa ’urrasyidin melakukan bid’ ah
hasanah , Abubakar shiddiq ra dimasa
kekhalifahannya memerintahkan
pengumpulan Alqur ’an , lalu
kemudian Umar bin Khattab ra pula
dimasa kekhalifahannya
memerintahkan tarawih berjamaah
dan seraya berkata : “Inilah sebaik -
baik Bid ’ah !”(Shahih Bukhari hadits
no .1906 ) lalu pula selesai penulisan
Alqur ’an dimasa Khalifah Utsman bin
Affan ra hingga Alqur ’an kini dikenal
dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan
Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan
menyetujui hal itu. Demikian pula hal
yg dibuat -buat tanpa perintah Rasul
saw adalah dua kali adzan di Shalat
Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa
Rasul saw, tidak dimasa Khalifah
Abubakar shiddiq ra, tidak pula
dimasa Umar bin khattab ra dan baru
dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra,
dan diteruskan hingga kini (Shahih
Bulkhari hadits no.873 ) .
Siapakah yg salah dan tertuduh ? ,
siapakah yg lebih mengerti larangan
Bid ’ah ?, adakah pendapat
mengatakan bahwa keempat
Khulafa’ urrasyidin ini tak faham
makna Bid ’ah ?
III . Bid ’ ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yg
menolak bid ’ah hasanah inilah yg
termasuk pada golongan Bid’ ah
dhalalah , dan Bid ’ah dhalalah ini
banyak jenisnya , seperti penafikan
sunnah, penolakan ucapan sahabat ,
penolakan pendapat
Khulafa’ urrasyidin, nah… diantaranya
adalah penolakan atas hal baru
selama itu baik dan tak melanggar
syariah , karena hal ini sudah
diperbolehkan oleh Rasul saw dan
dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan
Rasul saw telah jelas- jelas
memberitahukan bahwa akan muncul
banyak ikhtilaf , berpeganglah pada
Sunnahku dan Sunnah
Khulafa’ urrasyidin, bagaimana Sunnah
Rasul saw?, beliau saw membolehkan
Bid ’ah hasanah , bagaimana sunnah
Khulafa’ urrasyidin? , mereka
melakukan Bid ’ah hasanah , maka
penolakan atas hal inilah yg
merupakan Bid ’ah dhalalah , hal yg
telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan (meniadakan )
adanya Bid ’ah hasanah , maka kita
telah menafikan dan membid ’ahkan
Kitab Al- Quran dan Kitab Hadits yang
menjadi panduan ajaran pokok
Agama Islam karena kedua kitab
tersebut ( Al-Quran dan Hadits) tidak
ada perintah Rasulullah saw untuk
membukukannya dalam satu kitab
masing - masing , melainkan hal itu
merupakan ijma/kesepakatan
pendapat para Sahabat
Radhiyallahu ’anhum dan hal ini
dilakukan setelah Rasulullah saw
wafat .
Buku hadits seperti Shahih Bukhari,
shahih Muslim dll inipun tak pernah
ada perintah Rasul saw untuk
membukukannya , tak pula
Khulafa’ urrasyidin memerintahkan
menulisnya, namun para tabi’ in mulai
menulis hadits Rasul saw. Begitu pula
Ilmu Musthalahulhadits , Nahwu ,
sharaf , dan lain -lain sehingga kita
dapat memahami kedudukan derajat
hadits , ini semua adalah perbuatan
Bid ’ah namun Bid ’ah Hasanah .
Demikian pula ucapan
“ Radhiyallahu ’anhu ” atas sahabat ,
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah
saw, tidak pula oleh sahabat ,
walaupun itu di sebut dalam Al- Quran
bahwa mereka para sahabat itu
diridhoi Allah , namun tak ada dalam
Ayat atau hadits Rasul saw
memerintahkan untuk mengucapkan
ucapan itu untuk sahabatnya, namun
karena kecintaan para Tabi’in pada
Sahabat , maka mereka
menambahinya dengan ucapan
tersebut . Dan ini merupakan Bid’ ah
Hasanah dengan dalil Hadits di atas,
Lalu muncul pula kini Al-Quran yang
di kasetkan , di CD kan , Program Al-
Quran di handphone, Al-Quran yang
diterjemahkan , ini semua adalah
Bid ’ah hasanah . Bid ’ah yang baik yang
berfaedah dan untuk tujuan
kemaslahatan muslimin, karena
dengan adanya Bid ’ah hasanah di
atas maka semakin mudah bagi kita
untuk mempelajari Al-Quran , untuk
selalu membaca Al-Quran , bahkan
untuk menghafal Al- Quran dan tidak
ada yang memungkirinya .
Sekarang kalau kita menarik mundur
kebelakang sejarah Islam , bila Al-
Quran tidak dibukukan oleh para
Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi
pada perkembangan sejarah Islam ?
Al- Quran masih bertebaran di
tembok- tembok, di kulit onta, hafalan
para Sahabat ra yang hanya sebagian
dituliskan, maka akan muncul beribu -
ribu Versi Al- Quran di zaman
sekarang , karena semua orang akan
mengumpulkan dan
membukukannya , yang masing -
masing dengan riwayatnya sendiri ,
maka hancurlah Al- Quran dan
hancurlah Islam . Namun dengan
adanya Bid’ ah Hasanah , sekarang kita
masih mengenal Al- Quran secara
utuh dan dengan adanya Bid’ ah
Hasanah ini pula kita masih mengenal
Hadits -hadits Rasulullah saw , maka
jadilah Islam ini kokoh dan Abadi,
jelaslah sudah sabda Rasul saw yg
telah membolehkannya , beliau saw
telah mengetahui dengan jelas bahwa
hal hal baru yg berupa kebaikan
( Bid’ ah hasanah) , mesti dimunculkan
kelak , dan beliau saw telah melarang
hal -hal baru yg berupa keburukan
( Bid’ ah dhalalah ).
Saudara -saudaraku , jernihkan hatimu
menerima ini semua , ingatlah ucapan
Amirulmukminin pertama ini ,
ketahuilah ucapan ucapannya adalah
Mutiara Alqur ’an , sosok agung
Abubakar Ashiddiq ra berkata
mengenai Bid ’ah hasanah : “sampai
Allah menjernihkan dadaku dan aku
setuju dan kini aku sependapat
dengan Umar”.
Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah
ra :” ..bagaimana kalian berdua
( Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu
yg tak diperbuat oleh Rasulullah
saw??, maka Abubakar ra
mengatakannya bahwa hal itu adalah
kebaikan , hingga iapun( Abubakar ra)
meyakinkanku (Zeyd ) sampai Allah
menjernihkan dadaku dan aku setuju
dan kini aku sependapat dengan
mereka berdua ”.
Maka kuhimbau saudara-saudaraku
muslimin yg kumuliakan, hati yg jernih
menerima hal -hal baru yg baik adalah
hati yg sehati dengan Abubakar
shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra,
hati Zeyd bin haritsah ra, hati para
sahabat , yaitu hati yg dijernihkan Allah
swt , Dan curigalah pada dirimu bila
kau temukan dirimu mengingkari hal
ini , maka barangkali hatimu belum
dijernihkan Allah , karena tak mau
sependapat dengan mereka, belum
setuju dengan pendapat mereka,
masih menolak bid ’ah hasanah , dan
Rasul saw sudah mengingatkanmu
bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf ,
dan peganglah perbuatanku dan
perbuatan khulafa ’ urrasyidin, gigit
dengan geraham yg maksudnya
berpeganglah erat-erat pada
tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan
sanubari kalian hingga sehati dan
sependapat dengan Abubakar
Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra,
Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib
kw dan seluruh sahabat.. amiin.
IV. Pendapat para Imam dan
Muhadditsin mengenai Bid ’ah
1 . Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam
Muhammad bin Idris Assyafii
rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ ah
terbagi dua, yaitu bid’ ah mahmudah
( terpuji) dan bid ’ah madzmumah
( tercela) , maka yg sejalan dengan
sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak
selaras dengan sunnah adalah tercela ,
beliau berdalil dengan ucapan Umar
bin Khattab ra mengenai shalat
tarawih : “inilah sebaik baik bid ’ah” .
( Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86 -87)
2 . Al Imam Al Hafidh Muhammad bin
Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“ Menanggapi ucapan ini (ucapan
Imam Syafii ), maka kukatakan ( Imam
Qurtubi berkata) bahwa makna hadits
Nabi saw yg berbunyi : “seburuk -
buruk permasalahan adalah hal yg
baru , dan semua Bid’ ah adalah
dhalalah ” ( wa syarrul umuuri
muhdatsaatuha wa kullu bid ’atin
dhalaalah ), yg dimaksud adalah hal -
hal yg tidak sejalan dengan Alqur ’ an
dan Sunnah Rasul saw, atau
perbuatan Sahabat radhiyallahu
‘anhum , sungguh telah diperjelas
mengenai hal ini oleh hadits lainnya :
“ Barangsiapa membuat buat hal baru
yg baik dalam islam , maka baginya
pahalanya dan pahala orang yg
mengikutinya dan tak berkurang
sedikitpun dari pahalanya , dan
barangsiapa membuat buat hal baru
yg buruk dalam islam, maka baginya
dosanya dan dosa orang yg
mengikutinya” ( Shahih Muslim hadits
no .1017 ) dan hadits ini merupakan
inti penjelasan mengenai bid’ ah yg
baik dan bid ’ah yg sesat ”. (Tafsir
Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)
3 . Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf
Annawawiy rahimahullah ( Imam
Nawawi)
“ Penjelasan mengenai hadits :
“ Barangsiapa membuat-buat hal baru
yg baik dalam islam , maka baginya
pahalanya dan pahala orang yg
mengikutinya dan tak berkurang
sedikitpun dari pahalanya , dan
barangsiapa membuat buat hal baru
yg dosanya ”, hadits ini merupakan
anjuran untuk membuat kebiasaan
kebiasaan yg baik , dan ancaman untuk
membuat kebiasaan yg buruk, dan
pada hadits ini terdapat pengecualian
dari sabda beliau saw : “semua yg
baru adalah Bid ’ah, dan semua yg
Bid ’ah adalah sesat ” , sungguh yg
dimaksudkan adalah hal baru yg
buruk dan Bid ’ah yg tercela” . (Syarh
Annawawi ‘ ala Shahih Muslim juz 7
hal 104 - 105 )
Dan berkata pula Imam Nawawi
bahwa Ulama membagi bid’ ah
menjadi 5, yaitu Bid ’ah yg wajib ,
Bid ’ah yg mandub, bid ’ah yg mubah ,
bid ’ah yg makruh dan bid ’ah yg
haram . Bid ’ah yg wajib contohnya
adalah mencantumkan dalil- dalil pada
ucapan ucapan yg menentang
kemungkaran , contoh bid ’ah yg
mandub ( mendapat pahala bila
dilakukan dan tak mendapat dosa bila
ditinggalkan ) adalah membuat buku
buku ilmu syariah , membangun
majelis taklim dan pesantren , dan
Bid ;ah yg Mubah adalah bermacam -
macam dari jenis makanan, dan
Bid ’ah makruh dan haram sudah jelas
diketahui , demikianlah makna
pengecualian dan kekhususan dari
makna yg umum , sebagaimana
ucapan Umar ra atas jamaah tarawih
bahwa inilah sebaik 2 bid ’ah” . (Syarh
Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz
6 hal 154 - 155 )
4 . Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam
Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy
rahimahullah
Mengenai hadits “Bid ’ah Dhalalah ” ini
bermakna “ Aammun makhsush” ,
( sesuatu yg umum yg ada
pengecualiannya) , seperti firman
Allah : “… yg Menghancurkan segala
sesuatu” ( QS Al Ahqaf 25) dan
kenyataannya tidak segalanya hancur ,
(*atau pula ayat : “ Sungguh telah
kupastikan ketentuanku untuk
memenuhi jahannam dengan jin dan
manusia keseluruhannya” QS
Assajdah - 13), dan pada kenyataannya
bukan semua manusia masuk neraka ,
tapi ayat itu bukan bermakna
keseluruhan tapi bermakna seluruh
musyrikin dan orang dhalim. pen) atau
hadits : “ aku dan hari kiamat bagaikan
kedua jari ini ” (dan kenyataannya
kiamat masih ribuan tahun setelah
wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy
Juz 3 hal 189 ) .
Maka bila muncul pemahaman di
akhir zaman yg bertentangan dengan
pemahaman para Muhaddits maka
mestilah kita berhati - hati darimanakah
ilmu mereka? , berdasarkan apa
pemahaman mereka? , atau seorang
yg disebut imam padahal ia tak
mencapai derajat hafidh atau
muhaddits ? , atau hanya ucapan
orang yg tak punya sanad , hanya
menukil -menukil hadits dan
mentakwilkan semaunya tanpa
memperdulikan fatwa - fatwa para
Imam?

Total Pengunjung

Powered by Blogger.

Pencarian