Website Baru Kami, Klik Gambar

Website Baru Kami, Klik Gambar
Kajian Ilmu Agama Islam

Hadist Dhoif

Hadits Dhoif adalah hadits yang lemah hukum sanad periwayatnya atau pada hukum matannya, mengenai beramal dengan hadits dhaif merupakan hal yang diperbolehkan oleh para Ulama Muhadditsin.
Hadits dhoif tak dapat dijadikan Hujj
ah atau dalil dalam suatu hukum, namun tak sepantasnya kita menafikan (meniadakan) hadits dhoif, karena hadits dhoif banyak pembagiannya.
Dan telah sepakat jumhur para ulama untuk menerapkan beberapa hukum dengan berlandaskan dengan hadits dhoif, sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, menjadikan hukum bahwa bersentuhan kulit antara pria dan wanita dewasa tidak membatalkan wudhu, dengan berdalil pada hadits Aisyah ra bersama Rasul saw yang Rasul saw menyentuhnya dan lalu meneruskan shalat tanpa berwudhu, hadits ini dhoif, namun Imam Ahmad memakainya sebagai ketentuan hukum thaharah.

Hadits dhoif ini banyak pembagiannya, sebagian ulama mengklasifikasikannya menjadi 81 bagian, adapula yang menjadikannya 49 bagian dan adapula yang memecahnya dalam 42 bagian, namun para Imam telah menjelaskan kebolehan beramal dengan hadits dhoif bila untuk amal shalih, penyemangat, atau manaqib, inilah pendapat yang mu’tamad, namun tentunya bukanlah hadits dhoif yang telah digolongkan kepada hadits palsu.

Sebagian besar hadits dhoif adalah hadits yang lemah sanad perawinya atau pada matannya, tetapi bukan berarti secara keseluruhan adalah palsu, karena hadits palsu dinamai hadits munkar, atau mardud, Batil, maka tidak sepantasnya kita menggolongkan semua hadits dhaif adalah hadits palsu, dan menafikan (menghilangkan) hadits dhaif karena sebagian hadits dhaif masih diakui sebagai ucapan Rasul saw, dan tak satu muhaddits pun yang berani menafikan keseluruhannya, karena menuduh seluruh hadist dhoif sebagai hadits yang palsu berarti mendustakan ucapan Rasul saw dan hukumnya kufur. Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang sengaja berdusta dengan ucapanku maka hendaknya ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka" (Shahih Bukhari hadits no.110),
Sabda beliau SAW pula : "Sungguh dusta atasku tidak sama dengan dusta atas nama seseorang, barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka" (Shahih Bukhari hadits no.1229),

Cobalah anda bayangkan, mereka yang melarang beramal dengan seluruh hadits dhoif berarti mereka melarang sebagian ucapan / sunnah Rasul saw, dan mendustakan ucapan Rasul saw.
Wahai saudaraku ketahuilah, bahwa hukum hadits dan Ilmu hadits itu tak ada di zaman Rasulullah saw, ilmu hadits itu adalah Bid'ah hasanah, baru ada sejak Tabi'in, mereka membuat syarat perawi hadits, mereka membuat kategori periwayat yang hilang dan tak dikenal, namun mereka sangat berhati hati karena mereka mengerti hukum, bila mereka salah walau satu huruf saja, mereka bisa menjebak ummat hingga akhir zaman dalam kekufuran, maka tak sembarang orang menjadi muhaddits, lain dengan mereka ini yang dengan ringan saja melecehkan hadits Rasulullah saw. Sebagaimana para pakar hadits bukanlah sebagaimana yang terjadi dimasa kini yang mengaku ngaku sebagai pakar hadits, seorang ahli hadits mestilah telah mencapai derajat Alhafidh, alhafidh dalam para ahli hadits adalah yang telah hafal 100 ribu hadits berikut hukum sanad dan matannya, sedangkan 1 hadits yang bila panjangnya hanya sebaris saja itu bisa menjadi dua halaman bila ditulis berikut hukum sanad dan hukum matannya, lalu bagaimana dengan yang hafal 100 ribu hadits?. Diatas tingkatan Al Hafidh ini masih adalagi yang disebut Alhujjah, yaitu yang hafal 300 ribu hadits dengan hukum matan dan hukum sanadnya, diatasnya adalagi yang disebut : Hakim, yaitu yang pakar hadits yang sudah melewati derajat Ahafidh dan Alhujjah, dan mereka memahami banyak lagi hadits hadits yang teriwayatkan. (Hasyiah Luqathuddurar Bisyarh Nukhbatulfikar oleh Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Atsqalaniy).

Diatasnya lagi adalah derajat Imam, sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal yang hafal 1 juta hadits dengan sanad dan matannya, dan Ia adalah murid dari Imam Syafii rahimahullah, dan dizaman itu terdapat ratusan Imam imam pakar hadits. Perlu diketahui bahwa Imam Syafii ini lahir jauh sebelum Imam Bukhari, Imam Syafii lahir pada th 150 Hijriyah dan wafat pada th 204 Hijriyah, sedangkan Imam Bukhari lahir pada th 194 Hijriyah dan wafat pada 256 Hijriyah, maka sebagaimana sebagian kelompok banyak yang meremehkan Imam syafii, dan menjatuhkan fatwa fatwa Imam syafii dengan berdalilkan shahih Bukhari, maka hal ini salah besar, karena Imam Syafii sudah menjadi Imam sebelum usianya mencapai 40 tahun, maka ia telah menjadi Imam besar sebelum Imam Bukhari lahir ke dunia.

Lalu bagaimana dengan saudara saudara kita masa kini yang mengeluarkan fatwa dan pendapat kepada hadits hadits yang diriwayatkan oleh para Imam ini?, mereka menusuk fatwa Imam Syafii, menyalahkan hadits riwayat Imam Imam lainnya, seorang periwayat mengatakan hadits ini dhoif, maka muncul mereka ini memberi fatwa bahwa hadits itu munkar, darimanakah ilmu mereka?, apa yang mereka fahami dari ilmu hadits?, hanya menukil nukil dari beberapa buku saja lalu mereka sudah berani berfatwa, apalagi bila mereka yang hanya menukil dari buku buku terjemah, memang boleh boleh saja dijadikan tambahan pengetahuan, namun buku terjemah ini sangat dhoif bila untuk dijadikan dalil.

Saudara saudaraku yang kumuliakan, kita tak bisa berfatwa dengan buku-buku, karena buku tak bisa dijadikan rujukan untuk mengalahkan fatwa para Imam terdahulu, bukanlah berarti kita tak boleh membaca buku, namun maksud saya bahwa buku yang ada zaman sekarang ini adalah pedoman paling lemah dibandingkan dengan fatwa-fatwa Imam-Imam terdahulu, terlebih lagi apabila yang dijadikan rujukan untuk merubuhkan fatwa para imam adalah buku terjemahan.

Sungguh buku-buku terjemahan itu telah terperangkap dengan pemahaman si penerjemah, maka bila kita bicara misalnya terjemahan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ini hafal 1 juta hadits, lalu berapa luas pemahaman si penerjemah yang ingin menerjemahkan keluasan ilmu Imam Ahmad dalam terjemahannya?
Bagaimana tidak, sungguh sudah sangat banyak hadits hadits yang sirna masa kini, bila kita melihat satu contoh kecil saja, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits, lalu kemana hadits hadits itu?, Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad haditsnya hanya tertuliskan hingga hadits no.27.688, maka kira kira 970 ribu hadits yang dihafalnya itu tak sempat ditulis…! Lalu bagaimana dengan ratusan Imam dan Huffadh lainnya?, lalu logika kita, berapa juta hadits yang sirna dan tak sempat tertuliskan?, mengapa? Tentunya dimasa itu tak semudah sekarang, kitab mereka itu ditulis tangan, bayangkan saja seorang Imam besar yang menghadapi ribuan murid2nya, menghadapi ratusan pertanyaan setiap harinya, banyak beribadah dimalam hari, harus pula menyempatkan waktu menulis hadits dengan pena bulu ayam dengan tinta cair ditengah redupnya cahaya lilin atau lentera, atau hadits hadits itu ditulis oleh murid2nya dengan mungkin 10 hadits yang ia dengar hanya hafal 1 atau 2 hadits saja karena setiap hadits menjadi sangat panjang bila dengan riwayat sanad, hukum sanad, dan mustanadnya.

Bayangkan betapa sulitnya perluasan ilmu saat itu, mereka tak ada surat kabar, tak ada telepon, tak ada internet, bahkan barangkali pos jasa surat pun belum ada, tak ada pula percetakan buku, fotocopy atau buku yang diperjualbelikan.

Penyebaran ilmu dimasa itu adalah dengan ucapan dari guru kepada muridnya (talaqqiy), dan saat itu buku hanyalah 1% saja atau kurang dibanding ilmu yang ada pada mereka. Lalu murid mereka mungkin tak mampu menghafal hadits seperti gurunya, namun paling tidak ia melihat tingkah laku gurunya, dan mereka itu adalah kaum shalihin, suci dari kejahatan syariah, karena di masa itu seorang yang menyeleweng dari syariah akan segera diketahui karena banyaknya ulama. Oleh sebab itu, sanad guru jauh lebih kuat daripada pedoman buku, karena guru itu berjumpa dengan gurunya, melihat gurunya, menyaksikan ibadahnya, sebagaimana ibadah yang tertulis di buku, mereka tak hanya membaca, tapi melihat langsung dari gurunya, maka selayaknya kita tidak berguru kepada sembarang guru, kita mesti selektif dalam mencari guru, karena bila gurumu salah maka ibadahmu salah pula.

Maka hendaknya kita memilih guru yang mempunyai sanad silsilah guru, yaitu ia mempunyai riwayat guru guru yang bersambung hingga Rasul saw. Hingga kini kita ahlussunnah waljamaah lebih berpegang kepada silsilah guru daripada buku-buku, walaupun kita masih merujuk pada buku dan kitab, namun kita tak berpedoman penuh pada buku semata, kita berpedoman kepada guru guru yang bersambung sanadnya kepada Nabi saw, ataupun kita berpegang pada buku yang penulisnya mempunyai sanad guru hingga nabi saw.

Maka bila misalnya kita menemukan ucapan Imam Syafii, dan Imam Syafii tak sebutkan dalilnya, apakah kita mendustakannya?, cukuplah sosok Imam Syafii yang demikian mulia dan tinggi pemahaman ilmu syariahnya, lalu ucapan fatwa fatwanya itu diteliti dan dilewati oleh ratusan murid2nya dan ratusan Imam sesudah beliau, maka itu sebagai dalil atas jawabannya bahwa ia mustahil mengada ada dan membuat buat hukum semaunya.

Maka muncullah dimasa kini pendapat pendapat dari beberapa saudara kita yang membaca satu dua buku, lalu berfatwa bahwa ucapan Imam Syafii Dhoif, ucapan Imam hakim dhoif, hadits ini munkar, hadits itu palsu, hadits ini batil, hadits itu mardud, atau
berfatwa dengan semaunya dan fatwa fatwa mereka itu tak ada para Imam dan Muhaddits yang menelusurinya sebagaimana Imam-imam terdahulu yang bila fatwanya salah maka sudah diluruskan oleh imam imam berikutnya. Sebagaimana berkata Imam Syafii : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu baker digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Berkata pula Imam Atsauri : “Sanad adalah senjata orang mukmin,
maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang?”
Berkata pula Imam Ibnul Mubarak : “Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433)

Semakin dangkal ilmu seseorang, maka tentunya ia semakin mudah berfatwa dan menghukumi, semakin ahli dan tingginya ilmu seseorang, maka semakin ia berhati hati dalam berfatwa dan tidak ceroboh dalam menghukumi. Maka fahamlah kita, bahwa mereka mereka yang segera menafikan / menghapus hadits dhoif maka mereka itulah yang dangkal pemahaman haditsnya, mereka tak tahu mana hadits dhoif yang palsu dan mana hadits dhoif yang masih tsiqah untuk diamalkan, contohnya hadits dhoif yang periwayatnya maqthu’ (terputus), maka dihukumi dhoif, tapi makna haditsnya misalnya keutamaan suatu amal, maka para
Muhaddits akan melihat para perawinya, bila para perawinya orang orang yang shahih, tsiqah, apalagi ulama hadits, maka hadits itu diterima walau tetap dhoif, namun boleh diamalkan karena perawinya orang orang terpercaya, Cuma satu saja yang hilang, dan yang lainnya diakui kejujurannya, maka mustahil mereka dusta atas hadits Rasul saw, namun tetap dihukumi dhoif, dan masih banyak lagi contoh contoh lainnya, Masya Allah dari gelapnya kebodohan.. sebagaimana ucapan para ulama salaf : “Dalam kebodohan itu adalah kematian sebelum kematian, dan tubuh mereka telah terkubur (oleh dosa dan kebodohan) sebelum dikuburkan”.

Selanjutnya

Walillahittaufiq

Bantulah Dakwah kami dengan membeli buku-buku islami yang kami jual di www.tokomustaqim.blogspot.com
Dan artikel ini juga termuat dalam www.minhajulmustaqim.co.cc

SYUKURI NIKMAT ALLAH, JANGAN MENGINGKARINYA


Rasulullah saw. bersabda,
اَلتَّحَدَّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ ، وَمَنْ لَا يَشْكُرِ الْقَلِيْلَ لَا يَشْكُرِ الْكَثِيْرَ ، وَمَنْ لَا يَشْكُرِ النَّاسَ لَا يَشْكُرِ اللهَ .
”Menyebut-nyebut nikmat Allah merupakan (perbuatan) syukur dan meninggalkannya berarti kufur (ingkar kepada nikmat Allah). Barangsiapa tidak mensyukuri nikmat yang sedikit ia tidak pula akan mensyukuri nikmat yang banyak. Dan barangsiapa tidak berterima kasih kepada orang lain ia tidak akan berterima kasih pula kepada Allah.” (HR. Baihaqi)
Penjelasannya :
Yang dimaksud dengan menyebut-nyebut nikmat Allah ialah seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ .
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (Adh-Dhuha: 11)
Yang dimaksud kufrun dalam hadist ini ialah ingkar terhadap nikmat Allah, bukan ingkar kepadaNya. Barangsiapa tidak bersyukur kepada Allah karena mendapat nikmat yang sedikit berarti ia pun tidak akan bersyukur bila mendapat nikmat yang banyak. Barangsiapa yang berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah. Orang yang bersifat demikian disebut orang yang ingkar terhadap nikmat Allah, dan ia berdosa karena perbuatannya itu. Allah swt. Berfirman,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)

Taubat Nasuha

Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khaththab ra. Berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda, ‘Dulu sebelum kamu, ada tiga orang berjalan-jalan kemudian mereka mendapatkan sebuah gua yang dapat dimanfaatkan untuk berteduh, maka merekapun masuk ke dalamnya. Kemudian tiba-tiba ada batu dari atas bukit yang menggelinding dan menutupi pintu gua itu sehingga mereka tidak dapat keluar.

Salah seorang diantara mereka berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu sekalian dari bencana ini kecuali bila kamu sekalian berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal-amal shalih yang pernah kalian perbuat.’

Salah seorang dari mereka menimpali, ‘Ya Allah saya mempunyai ayah ibu yang sudah tua renta, saya biasa mendahulukan memberi minuman susu kepada keduanya sebelum saya memberikannya kepada keluarga dan budak saya. Pada suatu hari saya terlambat pulang dari mencari kayu dan saya menemui keduanya sudah tidur, saya terus memerah susu untuk persediaan minum keduanya. Karena saya mendapati mereka berdua telah tidur maka saya pun enggan untuk membangunkan mereka. Kemudian saya berjanji tidak akan memberi minuman susu itu baik kepada keluarga maupun kepada budak sebelum saya memberi minum kepada ayah bunda.

Saya menunggu ayah bunda, hingga terbit fajar barulah keduanya bangun sementara anak-anakku menangis, mereka mengelilingi kakiku. Setelah mereka bangun, kuberikan minuman susu kepada keduanya. Ya Allah, jika saya berbuat seperti itu karena mengharapkan wajahMu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.’ Maka bergeserlah batu itu tetapi mereka belum bisa keluar dari gua tersebut.

Yang lain berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai saudara sepupu yang sangat saya cintai.’ Pada riwayat yang lain dikatakan, ‘Saya sangat mencintainya sebagaimana lazimnya orang laki-laki mencintai seorang perempuan, kemudian saya ingin berbuat zina dengannya tetapi ia selalu menolaknya. Selang beberapa tahun ia tertimpa kesulitan kemudian datang kepada saya dan saya berikan kepadanya 120 dinar, dengan syarat ia harus berzina denganku, dan ia pun setuju.

Ketika saya sudah menguasainya, pada riwayat lain dikatakan, kemudian ketika saya berada di antara kedua kakinya dia berkata, ‘Takutlah kamu kepada Allah dan jangan kau melakukannya kecuali dengan cara yang benar (nikah dahulu).’ Kemudian saya meninggalkannya, padahal dia adalah orang yang sangat saya cintai dan saya telah merelakan emas (dinar) yang saya berikan kepadanya. Ya Allah, jika saya berbuat seperti itu karena mengharapkan ridhaMu, geserkanlah batu yang menutupi gua ini.’ Maka bergeserlah batu itu tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu.

Orang yang ketiga berkata, ‘Ya Allah, saya memperkerjakan beberapa karyawan dan semuanya saya gaji dengan sempurna kecuali ada seorang yang pergi meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan sehingga menjadi banyak.

Selang beberapa lama dia datang kepada saya dan berkata, ‘Wahai hamba Allah, berikanlah gaji saya yang dulu itu.’ Saya berkata, ‘Semua yang kamu lihat itu baik onta, sapi, kambing maupun budak yang mengembalakannya adalah gajimu.’ Ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, janganlah engkau mempermainkan saya.’ Saya menjawab, ‘Saya tidak mempermainkan kamu.’ Kemudian dia mengambil semuanya dengan tidak meninggalkan sedikit pun. Ya Allah, jika saya berbuat itu karena mengharap ridhaMu, maka geserkanlah batu itu.’ Lalu batu itu bergeser dan mereka dapat keluar dari dalam gua.”

~ PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK:

1. Anjuran untuk memanjatkan doa pada saat-saat genting dan kritis, atas dasar melaksanakan perintah Allah.

وَقَالَ رَبُّكُلمُ اْدْعُونىِ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Ghafir: 60)

2. Bertawassul dengan cara yang disyariatkan yakni dengan amal shalih.

3. Bahwa takwa itu sangat mempengaruhi kesuksesan seseorang terutama ketika berhadapan dengan situasi genting.

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ ,مَخْرَجًا

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (Ath-Thalaq: 2)

4. Keutamaan berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada keduanya dan lebih mendahulukan keduanya dari yang lain.

5. Keutamaan iffah dan menjauhkan diri dari segala yang haram.

6. Diperbolehkan ijarah, yaitu suatu aqad untuk memperoleh manfaat dalam waktu tertentu dengan bayaran setimpal, sebab dalil diperbolehkannya berasal dari al-Qur’an,

فَإِنْ أَرْضَعْنَ فَأَتُوهٌنَّ أُجُورَهُنَّ

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (Ath-Thalaq: 6)

Dan dari as-Sunnah

ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : وَذَكَرَ مِنْهُمْ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرً فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ

”Ada tiga golongan yang Aku (Allah) menjadi musuh mereka pada hari kiamat, di antaranya: Seseorang yang menyewa tenaga orang namun setelah terpenuhi ia tidak membayar upahnya.” (HR. Bukhari)

7. Keutamaan menepati janji

8. Keutamaan menunaikan amanah dan lapang dada dalam pergaulan.

9. Penetapan adanya karamah para wali sebagaimana pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Kunjungi Web Kami www.minhajulmustaqim.co.cc

Bagi Saudara-saudari sekalian yang berkenan untuk membantu dakwah online, -Kajian Ilmu Agama (Quran, Hadist, Fiqih)- atau –minhajulmustaqim.co.cc- . Dapat membantu dengan mengirim pulsa ke nomor 085717579394, pulsa 100 perak pun akan dapat sangat membantu. Pulsa tersebut digunakan semata-mata untuk online, facebook, dan web kami.

Hikmah Puasa Ramadhan

"Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." (S.al-Baqarah:183)

PUASA menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari,dengan disertai niat ibadah kepada Allah,karena mengharapkan redho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Taqwa kepada-Nya.

RAMAHDAH bulan yang banyak mengandung Hikmah didalamnya.Alangkah gembiranya hati mereka yang beriman dengan kedatangan bulan Ramadhan. Bukan sahaja telah diarahkan menunaikan Ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda,malah dibulan Ramadhan Allah telah menurunkan kitab suci al-Quranulkarim,yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dan untuk membedakan yang benar dengan yang salah.

Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terhindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri, dsb.

Meskipun makanan dan minuman itu halal, kita mengawal diri kita untuk tidak makan dan minum dari semenjak fajar hingga terbenamnya matahari,karena mematuhi perintah Allah.Walaupun isteri kita sendiri, kita tidak mencampurinya diketika masa berpuasa demi mematuhi perintah Allah s.w.t.

Ayat puasa itu dimulai dengan firman Allah:"Wahai orang-orang yang beriman" dan disudahi dengan:" Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa."Jadi jelaslah bagi kita puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.Untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kita diberi kesempatan selama sebulan Ramadhan,melatih diri kita,menahan hawa nafsu kita dari makan dan minum,mencampuri isteri,menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia,seperti berkata bohong, membuat fitnah dan tipu daya, merasa dengki dan khianat, memecah belah persatuan ummat, dan berbagai perbuatan jahat lainnya.Rasullah s.a.w.bersabda:

"Bukanlah puasa itu hanya sekedar menghentikan makan dan minum tetapi puasa itu ialah menghentikan omong-omong kosong dan kata-kata kotor."
(H.R.Ibnu Khuzaimah)

Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu bukan saja dapat membersihkan Rohani manusia juga akan membersihkan Jasmani manusia itu sendiri, puasa sebagai alat penyembuh yang baik. Semua alat pada tubuh kita senantiasa digunakan, boleh dikatakan alat-alat itu tidak berehat selama 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat merehatkan alat pencernaan kita lebih kurang selama 12 jam setiap harinya. Oleh karena itu dengan berpuasa, organ dalam tubuh kita dapat bekerja dengan lebih teratur dan berkesan.

Perlu diingat ibadah puasa Ramadhan akan membawa faaedah bagi kesehatan
rohani dan jasmani kita bila ditunaikan mengikut panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka hasilnya tidaklah seberapa malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia saja.

Allah berfirman yang maksudnya:

"Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (s.al-A'raf:31)

Nabi s.a.w.juga bersabda:

"Kita ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang."

Tubuh kita memerlukan makanan yang bergizi mengikut keperluan tubuh kita. Jika kita makan berlebih-lebihan sudah tentu ia akan membawa mudharat kepada kesehatan kita. Boleh menyebabkan badan menjadi gemuk, dengan mengakibatkan kepada sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh itu makanlah secara sederhana, terutama sekali ketika berbuka, mudah-mudahan Puasa dibulan Ramadhan akan membawa kesehatan bagi rohani dan jasmani kita. Insy Allah kita akan bertemu kembali.

Allah berfirman yang maksudnya: "Pada bulan Ramadhan diturunkan al-Quran
pimpinan untuk manusia dan penjelasan keterangan dari pimpinan kebenaran
itu, dan yang memisahkan antara kebenaran dan kebathilan. Barangsiapa menyaksikan (bulan) Ramadhan, hendaklah ia mengerjakan puasa.

(s.al-Baqarah:185)

Pembatal-pembatal di dalam Puasa yang Menyebabkan Kafarat

Perbuatan yang membatalkan puasa, dan berakibat adanya kafarat di dalamnya, yaitu:
1. Melakukan hubungan suami-istri dengan sengaja tanpa paksaan dari siapa pun, karena Abu Hurairah ra. berkata,
"Seseorang datang kepada Rasulullah saw. kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah, aku telah binasa!' Beliau bertanya, 'Apa yang membinasakanmu?' Orang tersebut menjawab, 'Aku menggauli istriku di bulan Ramadhan.' Beliau bersabda, 'Apakah engkau mempunyai kekayaan untuk memerdekakan satu budak?' Dia menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut.' Dia menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Apakah mempunyai uang untuk memberi makan orang miskin?' Dia menjawab, 'Tidak.' Kemudian Rasulullah saw. duduk dan tidak lama kemudian tempat berisi kurma didatangkan kepada beliau. Rasulullah saw. bersabda, 'Ambillah dan bersedekahlah dengannya.' Orang tersebut berkata, 'Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada aku. Demi Allah, tidak ada keluarga di antara dua tanah yang tidak berpasir (madinah) yang lebih membutuhkan kepadanya daripada saya.' Beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya, kemudian bersabda, 'Ambillah ini dan berilah makan keluargamu dengannya'." (Muttafaq 'alaih)

2. Makan-minum tanpa udzur yang diperbolehkan menurut Abu Hanifah dan Imam Malik. Dalil keduanya bahwa seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian Rasulullah saw. memerintahkannya membayar kafarat. (HR.Malik)
Dalil lainnya ialah hadist Abu Hurairah ra. yang berkata, "Seseorang datang kepada Rasulullah saw. kemudian berkata, 'Aku tidak berpuasa sehari di bulan Ramadhan dengan sengaja.' Rasulullah saw. bersabda, 'Memerdekakan budak, atau puasalah dua bulan berturut-turut, atau berilah makan enam puluh orang miskin'." (Muttafaq 'alaih)

Selanjutnya

Pembatal-pembatal di dalam Puasa

1. Masuknya cairan ke dalam perut melalui hidung, mata, telinga, dubur, atau kemaluan wanita.

2. Air masuk ke dalam perut akibat berlebih-lebihan dalam berkumur dan menghirup air dengan hidung ketika berwudlu.

3. Keluarnya air mani akibat melihat wanita dengan terus-menerus, memikirkannya terus-menerus, karena mencium istri, atau berhubungan suami-istri.

4. Muntah dengan sengaja, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa muntah dengan sengaja, hendaklah ia mengganti puasanya."
Adapun orang yang muntah dengan tidak sengaja, maka tidak membatalkan puasa.

5. Dipaksa makan, minum, dan hubungan suami-istri.

6. Orang yang makan-minum karena menyangka masih malam, kemudian terlihat olehnya bahwa fajar telah terbit.

7. Orang yang makan-minum karena lupa, kemudian tidak berhenti daripadanya karena menyangka bahwa berhenti makan-minum itu tidak wajib selagi ia telah makan-minum.

8. Masuknya sesuatu yang bukan makanan atau minuman ke dalam perut melalui mulut, misalnya menelan perhiasan, atau benang, karena diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra. berkata,
"Puasa itu karena apa yang telah masuk, dan tidak karena apa yang telah keluar."
Ibnu Abbas ingin mengatakan bahwa puasa itu batal dengan masuknya sesuatu ke dalam perut dan tidak karena keluarnya sesuatu daripadanya, misalnya darah, dan air muntah.

9. Menolak berniat puasa kendati tidak makan-minum. Itu jika penolakan tersebut ditafsirkan sebagai bentuk tidak puasa dan jika tidak ditafsirkan sebagai bentuk tidak puasa maka puasa tidak batal.

10. Murtad dari islam, karena Allah berfirman,
"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)

Semua pembatal di atas membatalkan puasa dan mewajibkan penggantian puasa. Hanya saja, tidak ada kafarat di dalamnya.

Makruh-makruh di dalam Berpuasa

Orang yang sedang berpuasa dimakruhkan melakukan hal-hal yang bisa merusak puasanya, kendati hal-hal tersebut sebenarna tidak merusak puasa. Di antara hal-ha tersebut adalah sebagai berikut:
1). Berlebih-lebihan dalam berkumur, menghirup air dengan hidung, dan mengeluarkannya ketika berwudlu, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air dengan hidung, kecuali engkau dalam keadaan berpuasa." (HR.Imam Arba'ah)

2). Suami mencium istri jika menimbulkan syahwat yang bisa merusak puasanya dengan keluarnya air madzi, atau dengan hubungan seksual yang harus dibayar dengan kafarah.

3). Suami terus-menerus melihat istri dengan syahwat.

4). Memikirkan/membayangkan hal-hal yang tidak senonoh, yang dapat menaikkan nafsu birahi.

5). Menyentuh Istri dengan tangan atau memeluknya.

6). Mengunyah karet/benda-benda yang bukan makanan karena dikhawatirkan salah satu bagian darinya masuk ke tenggorokan.

7). Mencicipi makanan.

8). Berkumur tidak untuk wudlu atau tidak karena kebutuhan.

9). Bercelak di permulaan siang, namun tidak apa-apa bercelak di akhir siang.

10). Berbekam atau mengeluarkan darah, karena bisa melemahkan tubuh yang menyebabkan seseorang membatalkan puasanya dan itu termasuk menipu puasa.

Selanjutnya

Sunnah-sunnah di dalam Berpuasa [bagian 2]

4. Sahur, yaitu sahur dengan makan dan minum di akhir malam dengan disertai niat untuk melakukan berpuasa, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab ialah makan (di waktu) sahur." (HR.Muslim)

Rasulullah saw. juga bersabda,
"(Makan) sahurlah kalian, karena di sahur itu terdapat keberkahan." (HR.Bukhari & Muslim)

5. Mengakhirkan sahur sampai akhir malam, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Umatku senantiasa berada dalam kebaikan, selagi mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur." (HR.Ahmad)

Waktu sahur dimulai dari pertengahan malam terakhir dan berakhir beberapa saat sebelum fajar, karena Zaid bin Tsabit ra. berkata,
"Kami sahur bersama Rasulullah saw. kemudian beliau berdiri untuk shalat. Maka aku bertanya, 'Berapa jarak antara adzan dengan sahur?' Rasulullah saw. bersabda, 'Sebanyak lima puluh ayat'." (Muttafaq 'Alaih)

Catatan:
Barangsiapa ragu-ragu tentang terbitnya fajar, ia diperbolehkan makan-minum, hingga ia yakin fajar telah terbit, kemudian ia berhenti makan-minum karena Allah berfirman,
"Dan makan minumlah kalian hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." (Al-Baqarah: 187)

Seseorang berkata kepada Ibnu Abbas ra, "Aku sahur dan jika aku ragu-ragu maka aku berhenti sahur." Maka Ibnu Abbas ra. berkata, "Jika engkau ragu-ragu, makanlah hingga engkau tidak ragu-ragu lagi." (HR.Abu Syaibah)

Makan-minum hingga terbitnya fajar terlihat dengan jelas ialah pendapat mayoritas besar ulama. Dan Imam Malik berpendapat bahwa barangsiapa makan-minum dalam keadaan meragukan terbitnya fajar, ia harus mengganti puasanya, namun itu sekedar sebagai langkah hati-hati saja.

Selanjutnya

Sunnah-sunnah di dalam Berpuasa [bagian 1]

1. Menyegerakan berbuka puasa, yaitu segera berbuka puasa setelh kepastian terbenamnya matahari, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selagi mereka menyegerakan berbuka puasa." (Muttafaq 'alaih)

Anas bin Malik ra. berkata,
"Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak mengerjakan shalat Maghrib hingga berbuka puasa kendati hanya dengan seteguk air." (HR.Tirmidzi)

2. Berbuka puasa dengan kurma matang, atau kurma kering, atau air. Berbuka puasa yang paling baik ialah dengan kurma dan paling tidak baik ialah berbuka dengan air. Seorang Muslim disunnahkan berbuka puasa dengan bilangan ganjil, misalnya tiga, lima, atau tujuh, karena Anas bin Malik ra. berkata,
"Rasulullah saw. berbuka puasa dengan beberapa kurma yang telah matang sebelum mengerjakan shalat Maghrib. Jika tidak mendapatkan kurma yang telah matang, beliau berbuka puasa dengan kurma kering. Jika kurma kering tidak ada, beliau meneguk beberapa tegukan air." (HR.Thabrani)

3. Berdoa ketika berbuka puasa, karena Rasulullah saw. berdoa ketika telah berbuka puasa,
"Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa 'alaa rizqika afthortu birohmatika ya arhamar roohimiin (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, demi-Mu aku beriman, dan atas rizki-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu wahai yang maha pengasih dari semuanya yang mengasihi)."

Atau berdoa dengan doa-doa yang lainnya. Dan perlu di ingat berdoanya (dengan doa di atas) setelah berbuka, bukan ketika akan berbuka.

Rukun-rukun Puasa

Rukun-rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat, yaitu keinginan hati untuk berpuasa karena ingin melaksanakan perintah Allah dan mendekat kepada-Nya, karena Nabi saw. bersabda,
"Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya." (HR.Bukhari)

Jika puasa wajib, niat wajib dilakukan pada malam sebelum fajar, karena Nabi saw. bersabda,
"Barangsiapa tidak berniat puasa sejak malam, maka ia tidak berpuasa." (HR.Tirmidzi)

Jika puasa sunnah, maka sah berniat setelah terbitnya fajar dan matahari telah meninggi dengan syarat ia tidak memakan makanan apa pun, karena Aisyah ra. berkata,
"Pada suatu hari, Rasulullah saw. masuk ke rumah, kemudian bertanya, 'Apakah engkau mempunyai makanan?' Aku menjawab, 'Tidak.' Maka Rasulullah saw. bersabda, 'Kalau begitu aku puasa'." (HR.Muslim)

2. Imsak, yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makanan, minuman, dan hubungan seksual.

3. Waktu, yaitu siang hari sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Jadi, jika seseorang berpuasa malam hari dan berbuka di siang harinya, puasanya tidak sah selama-lamanya, karena Allah berfirman,
"Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (Al-Baqarah: 187)

Syarat-syarat dan Hukum Puasa [bagian 2]

3. Orang Sakit

Orang Islam yang menderita sakit di bulan Ramadhan, maka permasalahnnya harus dilihat dengan baik. Jika ia mampu berpuasa tanpa kesulitan yang berarti, ia berpuasa. Jika tidak mampu berpuasa dan ada harapan sembuh dari sakitnya, ia menunggu hingga sembuh kemudian mengganti hari-hari yang tidak puasa, namun jika tidak bisa diharapkan sembuh dari sakitnya, ia tidak berpuasa dan sebagai gantinya ia bersedekah setiap hari ia tidak berpuasa sebanyak satu mud beras (hampir satu liter), karena Allah berfirman,
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin." (Al-Baqarah: 184)

4. Orang Lanjut Usia

Orang Islam yang sudah tua dan tidak sanggup berpuasa, ia tidak berpuasa dan sebagai gantinya ia bersedekah pada setiap hari ia tidak berpuasa sebesar satu liter beras, karena Ibnu Abbas ra. berkata,
"Orang lanjut usia diberi keringanan untuk memberi makan setiap hari kepada orang miskin dan tidak mengganti puasanya." (HR.Daruquthni & Hakim)

5. Wanita Hamil atau Menyusui

Wanita yang hamil, mengkhawatirkan keselamatan dirinya, dan keselamatan janin, ia tidak berpuasa. Jika udzurnya telah selesai, ia wajib mengganti hari-hari yang ia tidak berpuasa. Jika ia berkecukupan, ia bersedekah setiap hari seliter beras sehingga dengan demikian ia lebih sempurna dan besar pahalanya.

Hukum ini juga berlaku bagi wanita menyusui yang khawatir keselamatan dirinya dan anak yang disusuinya, karena tidak wanita lain yang bisa menyusui, atau anaknya tidak mau disusui wanita lain. Hukum ini bersumber dari firman Allah di dalam surat Al-Baqarah ayat 184.

Syarat-syarat dan Hukum Puasa [bagian 1]

1. Syarat-syarat Puasa

Puasa diwajibkan kepada orang islam yang berakal dan baligh, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Pena diangkat dari tiga orang, orang gila hingga sadar, orang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga bermimpi (baligh)." (HR.Ahmad & Abu Daud)

Untuk wanita muslimah, ia disyaratkan bersih dari darah haid dan darah nifas, karena Rasulullah saw. menjelaskan tentang kekuarangan agama wanita,
"Bukankah jika wanita menjalani masa haid, ia tidak shalat dan tidak berpuasa." (HR.Bukhari)

2. Musafir

Jika seorang Muslim melakukan perjalanan sejauh jarak qashar yaitu 48 Mil (83 Km). Maka Allah memberi keringanan kepadanya untuk tidak berpuasa dengan syarat menggantinya ketika ia telah tiba kembali di negerinya, karena Allah berfirman,
"Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (Al-Baqarah: 184)

Jika musafir tidak menemui kesulitan untuk berpuasa dalam perjalanan, kemudian ia berpuasa, itu baik sekali. Namun jika ia tidak sanggup berpuasa dalam perjalanan, kemudian tidak berpuasa, itu juga baik baginya, karena Abu Sa'id al-Khudri ra. berkata,
"Kami pernah berperang bersama Rasulullah saw. di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Orang yang berpuasa tidak menyalahi orang yang tidak berpuasa dan orang yang tidak berpuasa juga tidak menyalahi orang yang berpuasa. Kemudian para sahabat berpendapat bahwa barangsiapa mendapatkan kekuatan kemudian berpuasa, itu baik, dan barangsiapa mendapati dirinya lemah kemudian tidak berpuasa, itu juga baik baginya." (HR.Muslim)

Keutamaan Berbuat Baik di Bulan Ramadhan [bagian 2]

Rasulullah saw. bersabda,
"Puasa dan Al-Qur'an memberi syafa'at kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, 'Tuhan, aku melarangnya makan dan minum di siang hari'.' Al Qur'an berkata, 'Tuhan, aku melarangnya tidur di malam hari, maka izinkan kami memberinya syafa'at'." (HR.Ahmad & Nasa'i)

4. I'tikaf, yaitu menetap di masjid untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah saw. biasa beri'tikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan hingga Allah memanggilnya seperti disebutkan dalam hadist shahih. Rasulullah saw. bersabda tentang i'tikaf,
"Masjid adalah rumah setiap orang bertakwa dan bagi orang yang menjadikan masjid sebagai rumahnya Allah menjamin memberinya ruh, rahmat, dan lolos melewati titian menuju keridhoan Allah ke surga." (HR.Thabrani & Bazzar)

5. Umrah, yaitu mengunjungi rumah Allah yang suci untuk thawaf dan sa'i di bulan Ramadhan, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Umrah di bulan Ramadhan sama dengan haji bersamaku." (Muttafaq 'alaih)

Rasulullah saw. juga bersabda,
"Umrah ke umrah lainnya adalah menghapus dosa-dosa di antara keduanya." (Muttafaq 'alaih)

Keutamaan Berbuat Baik di Bulan Ramadhan [bagian 1]

Karena keutamaan bulan Ramadhan, maka semua perbuatan baik yang dikejarkan di dalamnya juga dilebihkan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Sedekah, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah saw. bersabda,
"Sedekah yang paling utama ialah sedekah di bulan Ramadhan." (HR.Tirmidzi)

Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, ia berhak atas pahalanya tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa." (HR.Ahmad & Tirmidzi)

Rasulullah saw bersabda,
"Barangsiapa memberi makanan atau minuman untuk berbuka puasa kepada orang yang berpuasa dari harta yang halal, maka para malaikat mendoakannya setiap saat di bulan Ramadhan dan Jibril juga mendoakannya di malam Lailatul Qadar." (HR.Thabrani & Abu Asy-Syaikh)

Ibnu Abbas ra. berkata,
"Rasulullah saw. adalah orang yang paling dermawan, dan beliau sangat dermawan di bulan Ramadhan ketika dikunjungi malaikat Jibril." (HR.Bukhari)

2. Qiyamul lail, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa melakukan qiyamul lail karena iman dan mengharap pahala (keridhoan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR.Syaikhan)

Aisyah ra. berkata,
"Rasulullah saw. menghidupkan malam-malam Ramadhan. Pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, beliau membangunkan keluarganya, semua anak-anak kecil, dan semua orang dewasa yang mampu shalat." (HR.Syaikhan)

3. Memperbanyak membaca Al-Qur'an, karena Rasulullah saw. memperbanyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan dan Malaikat Jibril datang kepada beliau untuk membacakan Al-Qur'an kepada beliau di bulan Ramadhan. (HR.Bukhari)

Rasulullah saw. membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan lebih lama daripada bulan-bulan lainnya. Pada suatu malam, Hudzaifah shalat bersama Rasulullah saw, kemudian beliau membaca surat al-Baqarah, kemudian Ali Imran, kemudian An-Nisa'. Setiap kali membaca ayat yang menakutkan, beliau berhenti sebentar guna berdoa. Beliau baru shalat dua rakaat, tiba-tiba bilal datang memberitahukan shalat.

Selanjutnya

Keutamaan Puasa Ramadhan

Keutamaan dari puasa ramadhan itu sangat banyak, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa berpuasa ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala (keridhoan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR.Bukhari)

Rasulullah saw. bersabda,
"Pada malam pertama bulan Ramadhan setan-setan, dan jin-jin pembangkang dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada satu pun pintunya yang dibuka, pintu-pinta surga dibuka dan tidak ada satu pintunya yang ditutup, dan penyeru berseru, 'Hai pencari kebaikan, datanglah dan hai pencari keburukan berhentilah. Allah mempunyai orang-orang yang terbebas dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam." (HR.Tirmidzi)

Rasulullah saw. bersabda,
"Dan aku lihat salah seorang dari umatku terengah-engah kehausan, setiap kali ia tiba di kolam air, ia dilarang meminumnya, kemudian puasa Ramadhan datang padanya, memberinya air minum, dan membuatnya tidak kehausan lagi." (HR.Thabrani)

Rasulullah saw. bersabda,
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum'at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan selanjutnya itu menghapus dosa-dosa di antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi." (HR.Muslim)

Keistimewaan Puasa

Saat memaparkan keistimewaan puasa, Allah berfirman dalam salah satu hadist qudsi,
"Setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat kebaikan yang sama, kecuali puasa karena puasa adalah untuk-Ku dan Akulah yang memberi ganjaran kepadanya." (HR.Muslim)

Rasulullah saw. juga bersabda,
"Demi Allah Yang Menguasai jiwa Muhammad, sungguh bau orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misik (kasturi)."
Dalam salah satu hadist qudsi, Allah berfirman,
"Dia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwat dan makannya demi diri-Ku. Puasa adalah untuk-Ku, maka Akulah yang memberi ganjaran kepadanya." (HR.Syaikhan)

Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh manusia seperti mengalirnya darah, maka bersihkanlah alirannya dengan rasa lapar." (HR.Syaikhan)

Demikian pula saat Rasulullah saw. berkata pada Aisyah ra., "Sering-seringlah mengetuk pintu surga." Aisyah bertanya, "Dengan apa?" Beliau saw. menjawab, "Dengan rasa lapar." (HR.Al-Iraqi & Ahmad)

Nabi saw. bersabda,
"Seandainya setan-setan tidak berkeliaran di hati anak cucu Adam, niscaya mereka akan melihat kerajaan langit." (HR.Ahmad)

Kelebihan puasa bisa dilihat dalam dua makna berikut:
1. Karena puasa termasuk amal yang tersembunyi dan amal batin yang tidak bisa dilihat orang lain, sehingga tidak mudah disusupi riya'.
2. Sebagai cara untuk menundukkan musuh Allah. Karena sarana yang dipergunakan musuh adalah syahwat. Syahwat bisa menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka setan bisa bebas berkeliaran di tempat gembalaan yang subur itu. Tapi jika syahwat ditinggalkan, maka jalan ke sana juga menjadi sempit. Dalam masalah ini, kita dapat melihat hadist-hadist di atas.

PERINGATAN MAULID NABI SAW

Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah). Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.

Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya


Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)

Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya,
dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)

Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)

dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal dengan puasa.
Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan
beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw.
Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh
boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.
Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat
umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah..
bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1
januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian
pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia
tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak
memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat
ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1
januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa
boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw
menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka
jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian pada hari kelahiran beliau
saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka
Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi
saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang,
dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan
dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain hadits no.5417)
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran
Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan
Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di
neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits
no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul
PERINGATAN MAULID NABI SAW
www.majelisrasulullah.org
Kenalilah Akidahmu 16
baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut
kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira
dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi
orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas
kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya
menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam
dan mereka tak mengingkarinya.dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal dengan puasa.
Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan
beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw.
Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh
boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.
Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat
umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah..
bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1
januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian
pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia
tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak
memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat
ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1
januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa
boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw
menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka
jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian pada hari kelahiran beliau
saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka
Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi
saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang,
dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan
dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain hadits no.5417)
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran
Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan
Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di
neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits
no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul
PERINGATAN MAULID NABI SAW
www.majelisrasulullah.org
Kenalilah Akidahmu 16
baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut
kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira
dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi
orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas
kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya
menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam
dan mereka tak mengingkarinya.

Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)

Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162).
Dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal dengan puasa. Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh-boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.

Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yang berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam. Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)

Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran
Nabi saw


Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid

Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)

Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang dilarang adalah syair syair yang membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yang memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).

Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dengan makanan makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.

3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam
kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam
kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”.

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
Dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
Dengan karangan maulidnya yang terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
Dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang
terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi

Dengan karangan maulidnya yang bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir
Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : ”maulid ibn katsir”

13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy
Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
Telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
15. Imam assyakhawiy
Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
Dengan maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy
yang terkenal dengan ibn diba’
Dengan maulidnya addiba’i

18. Imam ibn hajar al haitsami
Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri
Mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dengan nama tuhfa al basyar ala maulid ibn
hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’
Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
Dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
Dengan maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
Dengan maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy
Dengan maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy
Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani
Dengan maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
Dengan maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy
Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi
Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah. Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang mauled sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.

Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid

Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam
dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa
risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yang
dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk
tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian
pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang
dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk
majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya merupakan hal yang baik, dan
berkata Imam Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk,
dan Imam Nawawi yang berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa,
sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun adapula pendapat lain yang melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk
Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal
93)

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca
maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul
saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw
hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas
adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yang Rasul saw pernah
melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw. Jauh berbeda bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam-Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang padanya dibacakan puji-pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk mam Assubkiy dan seluruh Imam imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan
berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yang terncantum pada Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah,

Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yang diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yang mustahab (yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.

Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yang wajib .

Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yang hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi. Sebagaimana penulisan Alqur’an yang merupakan hal yang tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yang membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah. Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yang awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yang masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Wabilillahittaufiq

Total Pengunjung

Powered by Blogger.

Pencarian