Website Baru Kami, Klik Gambar

Website Baru Kami, Klik Gambar
Kajian Ilmu Agama Islam
Home » , , , » Perbedaan Pendapat dalam Qunut Shubuh

Perbedaan Pendapat dalam Qunut Shubuh

Qunut dalam shalat shubuh ? Apa hukumnya ? Bagaimana pandangan ulama terhadap qunut shubuh ?
Sebagai mana telah dijelaskan di dalam kita Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (Kitab Ensiklopedia Islam yang tebalnya 45 jilid) dijelaskan pandangan ulama madzhab tentang qunut shubuh, sebagai berikut :
  1. Ulama Hanafiyyah (Imam Abu Hanifah)
Mereka berpendapat bahwasanya disyariatkan qunut hanya pada shalat witir di bulan Ramadhan dan tidak disyariatkan qunut pada shalat-shalat lainnya (wajib ataupun sunnah) kecuali pada saat muslimin tertimpa musibah yang dinamakan dengan qunut nazilah. Namun menurut mereka juga, qunut nazilah ini hanya boleh pada shalat berjamaah shubuh, yaitu imam membaca doa sedangkan makmum mengaminkan. Sedangkan jika shalat sendirian (munfarid) tidak ada qunut di dalamnya.
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
 كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ : (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ ))
"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I'tidal) berkata : "Sami'allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. "Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, 'Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri'lu, Dzakw an dan 'Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim". (HSR.Bukhary-Muslim)
Dari hadits ini ulama-ulama kalangan hanafiyah berpendapat bahwasanya qunut itu dihilangkan atau dihapus hukumnya tatkala telah turun ayat tersebut.
  1. Ulama Malikiyah (Imam Anas bin Malik)
Mereka berpendapat qunut hanya ada pada shalat shubuh, dan letak qunut menurut mereka adalah sebelum ruku’ sehabis membaca surah-surah pendek. Tidak ada qunut dalam shalat witir di dalam ataupun di luar ramadhan dan tidak ada qunut pula di dalam shalat-shalat lainnya.
Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari jalan Khalid bin Da'laj dari Qotadah dari Anas bin Malik :
 صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
“Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang 'umar lalu beliau qunut dan di belakang 'Utsman lalu beliau qunut.” (Hadits riwayat Al Baihaqy dan Ibnu Syahin)
  1. Ulama Syafi’iyah (Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i)
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali separuh akhir dari bulan ramadhan. Dan tiada pula qunut dalam shalat wajib yang lima melainkan pada shalat shubuh dan letaknya sehabis ruku’ (berbeda dengan ulama malikiyah), dan masih menurut mereka pula disyariatkan qunut nazilah (qunut saat kaum muslimin tertimpa musibah) dalam shalat lima waktu apapun (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib dan isya) secara keseluruhan atau hanya sebagian.
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
 مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Terus-menerus Rasulullah shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Al-Hakim, Imam Al-Baihaqi, Imam Al-Khatib Al-Baghdady dan lain-lain. Hadits ini shahih menurut mereka sehingga mereka mengamalkan qunut shubuh. Mengenai pembahasan mengenai kualitas hadits silahkan belajar ilmu hadits, dan menghafal ribuan hadits. Baru setelah itu anda baru boleh komentar hadits ini dhaif, bathil atau sebagainya.
  1. Ulama Hanabilah (Imam Ahmad bin Hambal)
Mereka berpendapat bahwasanya disyariatkan qunut dalam witir di separuh akhir ramadhan. Dan tidak disyariatkan qunut pada shalat-shalat lainnya, melainkan tatkala ada musibah yang besar menimpa kaum muslimin selain musibah wabah penyakit. Pada kondisi ini imam berqunut di setiap shalat lima waktu yang wajib kecuali shalat Jum’at.
Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan Sa'ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja'i
 قُلْتُ لأَبِيْ : "يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ" فَقَالَ : "أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ".
"Saya bertanya kepada ayahku : "Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali radhiyallahu 'anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?". Maka dia menjawab : "Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid'ah)".
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Ibnu Majah, Imam An-Nasai, Imam At-Tirmidzi dan mereka menilai hadits ini shahih.


Dari keempat pendapat itu, jika ditanyakan manakah pendapat yang benar dan layak diikuti ? Maka kami akan menjawab, semua pendapat itu benar dan wajib kita ikuti sebagai orang awam. Yang tidak benar dan salah itu adalah orang yang tidur di waktu shubuh, tidak shalat shubuh, apalagi berjamaah ke masjid untuk shalat shubuh. Mengapa semua benar ? Karena permasalahan qunut ini masuk dalam ranah furu’ (cabang) syariat yang merupakan ladang para ulama untuk berijtihad. Sedangkan untuk kita yang masih awam untuk berijtihad, maka kita sepatutnya mengikuti hasil ijtihad para ulama tersebut.

Total Pengunjung

Powered by Blogger.

Pencarian