Website Baru Kami, Klik Gambar

Website Baru Kami, Klik Gambar
Kajian Ilmu Agama Islam

Renungan Untuk Warga Jakarta

Suatu hari seorang raja mengumpulkan seluruh rakyatnya. Kemudian ia sodorkan kepada mereka sebuah gelas yang terbuat dari berlian sembari berkata, "Bahkan jika kalian semua mengumpulkan harta untuk membeli gelas berlian ini, kalian tidak akan pernah bisa membelinya. Ini adalah benda termahal seantero negeri."
Semua menatap kagum. Betapa mahal dan indah gelas yang ada di hadapan mereka.
Sang raja melanjutkan, "Wahai rakyatku, siapa diantara kalian yang bersedia untuk memecahkan gelas ini?"
Terkaget-kaget mereka mendengarnya. "Duhai Baginda Raja, bagaimana mungkin kami tega memecahkan benda termahal seantero negeri?" Kata salah seorang dari menteri kerajaan. Yang lain menganguk setuju.
"Benar, wahai raja, bukankah itu pusaka negeri ini? Kami sekali-kali tak akan tega merusaknya." Sahut yang lainnya.
Suasana berubah gaduh, masing-masing berbisik kepada teman di sampingnya.
Tak berselang lama, seorang pemuda muncul dari kerumunan. Ia berjalan tenang, memberi hormat kepada raja, lantas tanpa berbicara apa-apa, ia langsung ayunkan kapak di genggamannya. Maka seketika gelas berlian itu pecah berkeping-keping.
Seketika itu pula orang-orang berteriak memaki-maki, mereka benar-benar marah. Hampir-hampir mereka akan mengeroyokinya jika saja raja tak segera menenangkan mereka.
"Wahai rakyatku, mari dengar dulu alasan kenapa pemuda ini berani memecahkan gelas berlian itu?" Ujar sang raja.
"Wahai rajaku," Kata si pemuda. "Gelas berlian ini memang sangat mahal dan sangat penting, tapi perintahmu untuk memecahkannya jauh lebih mahal dan lebih penting dari apapun."
Sang Raja tersenyum. Betapa bijaknya pemikiran si pemuda.
***
Sebentar lagi kita akan mengikuti pemilu gubernur DKI Jakarta, yang ingin saya katakan adalah...
Jikalaupun gubernur yang sekarang tidak korupsi, dermawan tiada terkira, banyak membawa perubahan. Saya tetap tidak akan memilihnya besok lusa. Kenapa? Karena boleh jadi dia itu memang penting bagi Jakarta tapi ketahuilah perintah Allah untuk tidak memilih pemimpin kafir jauh lebih penting.
Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?" (An-Nisa' 144)

Mari belajar dari si pemuda, belajar meletakkan perintah Allah diatas segala-galanya. Karena hanya dengan begitu kita akan tumbuh menjadi mukmin sejati. Sebarkan utk org dki yg mau berfikir & berpegang kepada AlQuran dan Hadis..!

Sumber : Brodcast dari WhatsApp

HADITS PERTAMA (Setiap Perbuatan Tergantung Niatnya)

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Terjemah Lengkap :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radhiyallahu’anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya setiap perbuatan itu disertai oleh niatnya. Dan sesungguhnya (balasan) bagi setiap orang (sesuai dengan) yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhoan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (bernilai sebagai hijrah) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang ia niatkan.”
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

Penjelasan Hadits :
Para ulama mengatakan bahwa hadits ini merupakan penjelasan mengenai sesuatu yang dinilai sebagai separuh dari ibadah. Sebab, niat merupakan dasar penilaian amalan batin. Sedangkan hadits lain yang diriwayatkan oleh Aisyah, “Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara dalam urusan (ajaran agama) kami, yang bukan merupakan bagian darinya, maka ia tertolak,” dan dalam riwayat yang lain disebutkan, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan atas dasar ajaran dari kami maka amalan itu tertolak,” merupakan penjelasan mengenai separuh lain dari agama. Sebab, hadits riwayat Aisyah tersebut menjelaskan dasar penilaian seluruh amalan lahir.

Pelajaran yang Dapat Dipetik :
1.      Manusia akan mendapat pahala dan dosa tergantung dari niatnya. Sebab, Nabi bersabda, “Barangsiapa (berniat) hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya maka (nilai) hijrahnya adalah hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.”

2.      Nilai setiap amal perbuatan itu sesuai dengan sarana yang dipergunakan untuk mencapainya. Boleh jadi ada sesuatu yang pada asalnya mubah, namun berubah menjadi ketaatan manakala seseorang meniatkannya sebagai bentuk kebaikan. Misalnya, seorang yang makan dan minum dengan niat agar bisa menjalani ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, Nabi bersabda, “Makanlah sahur karena terdapat berkah dalam makan sahur itu!”

3.      Rasulullah menjelaskan bahwa hijrah -yang merupakan sebuah bentuk amalan- bisa mendatangkan pahala bagi seseorang, namun juga bisa menghalanginya dari mendapatkan pahala. Orang yang berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya akan diberi pahala dan akan sampai pada tujuannya. Sedangkan orang yang berhijrah untuk mencari keduniaan atau demi seseorang wanita yang ingin dinikahinya maka dia tidak mendapatkan pahala hijrah.

Tahukah Anda :
Umar bin Khatab adalah khalifah pertama yang digelari Amirul Mukminin.
Abu Bakar, khalifah pertama bergelar khalifah, artinya pengganti. Gelar khalifah ini merupakan pemendekan dari khilafatu Rasulillah atau pengganti Rasulullah.
Pada awal pemerintahannya, Umar digelari khalifatu khalifati Rasulillah, atau pengganti penggantinya Rasulullah. Hingga pada suatu hari datang utusan dari daerah yang meminta izin untuk bertemu “Amirul Mukminin”. Sejak itu panggilan kehormatan untuk Umar bukan lagi khalifah, melainkan amirul mukminin.

Amirul Mukminin artinya “Pemimpin Orang-orang Beriman”.

Thaharah (Bersuci)

Hukum Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Al-Qu’an dan As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (Al-Maidah: 6)
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Muddatstsir: 4)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dn menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ اَلطَّهُوْرُ
“Kunci shalat adalah bersuci.” (HR. Tirmidzi)
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طَهُوْرٍ
“Shalat tanpa wudhu tidak diterima.” (HR. Muslim)
اَلطَّهُوْرُ شَطْرُ الْإِيْمَانِ
“Bersuci adalah sebagian dari Iman.” (HR. Muslim)
Penjelasan tentang Thaharah
Thaharah itu terbagi ke dalam dua bagian: Lahir dan Batin.
Thaharah batin ialah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertaubat secara benar dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari semua kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, iri, menipu, sombong, ujub, riya’ dan sum’ah dengan ikhlas, keyakinan, cinta kebaikan, lemah-lembut, benar dalam segala hal, tawadhu’, dan menginginkan keridhaan Allah Ta’ala dengan semua niat dan amal shalih.
Sedangkan thaharah lahir ialah thaharah dari najis dan thaharah dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudhu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis ialah dengan menghilangkan najis dengan air yang suci dari pakaian orang yang hendak shalat, atau dari badannya, atau dari tempat shalatnya.
Thaharah dari hadats ialah dengan wudlu, mandi dan tayammum.
Alat Thaharah
Thaharah itu bisa dengan dua hal :
  1. Air Mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apapun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju dan air laut, berdasarkan firman Allah:
  2. وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqon: 48)
Rasulullah bersabda,
اَلْمَاءُ طَهُوْرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيْحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيْهِ
“Air itu suci kecuali jika telah berubah aromanya, atau rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.”
  1. Tanah (Debu) yang suci di atas bumi, atau pasir atau batu atau tanah berair karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
جُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا
“Bumi dijadikan masjid, dan suci bagiku.”
Tanah bisa dijadikan sebagai alat thaharah jika air tidak ada, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut:
Allah berfirman :
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Kemudian kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43)
Rasulullah bersabda,
إِنَّ الصَّعِيْدَ الطَّيِّبَ طَهُوْرُ اَلْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدِ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِيْنَ ، فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ
“Sesungguhnya tanah yang baik adalah alat bersuci seorang muslim kendati ia telah mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.”
Rasulullah mengiinkan Amru Ibnul ‘Ash bertayamum dari junub pada malam yang sangat dingin, karena Amr Ibnul ‘Ash mengkhawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.
Penjelasan tentang Hal-hal yang Najis
Hal-hal yang najis ialah apa saja yang keluar dari dua lubang manusia berupa tinja, atau urine, atau air madzi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau Wadhi (cairan putih yang keluar selepas air kencing) atau air mani (menurut banyak riwayat menjelaskan bahwa air mani itu suci tidak najis). Begitu juga air kencing, dan kotoran semua hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan. Begitu juga darah, atau nanah, atau air muntah yang telah berubah. Begitu juga semua bangkai, dan organ tubuhnya kecuali kulitnya. Jika kulitnya disamak maka suci, karena Rasulullah bersabda,
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
“Kulit apa saja yang telah disamak, maka menjadi suci.”


Tafsir Surah Ali Imran Ayat 18 (Keutamaan Kalimat Tauhid)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
 شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Ali Imran: 18)
Dan sesungguhnya Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
“Akan dikeluarkan dari neraka siapa yang mengatakan tidak ada Ilah kecuali Allah dan dalam hatinya ada kebaikan sebesar jemawut. Dan akan dikeluarkan dari neraka siapa yang mengatakan tidak ada ilah kecuali Allah dan dalam hatinya ada kebaikan sebesar atom. Dan akan dikeluarkan dari neraka siapa yang mengatakan tidak ada ilah kecuali Allah dan dalam hatinya ada kebaikan sebesar atom.” (HR. Bukhari)
Di dalam hadist ini Rasulullah menerangkan kepada kita, bahwa sebaik-baiknya perkataan adalah Kalimat Tauhid : {لا إله إلّا الله} ‘Tiada tuhan melainkan Allah’. Yaitu bagi siapa orang yang mengucapkan dan menyakini di dalam hatinya kalimat tersebut, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Meskipun ketika ia hidup di dunia ini, amal kebaikannya amat teramat sedikit dan lebih banyak melakukan amal perbuatan dosa. Karena sebagaimana Allah telah menerangkan di dalam Al-Qur’an,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisa: 48)
Dan Ayat ini diperjelas lagi oleh Rasulullah sholallahu ‘alaih wa sallam yang mana beliau bersabda,
أَتَنِيْ آتٍ مِنْ رَبِّيْ فَأَخْبَرَنِيْ : أَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِيْ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ ، قَالَ : فَقُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَ إِنْ سَرَقَ ، قَالَ : وَ إِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ .
“Telah dating kepadaku utusan Robbku, lalu ia memberitahukan kepadaku bahwasanya barangsiapa di antara umatku mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun niscaya pasti ia masuk surga. (Sahabat bertanya) : ‘Bagaimana kalau ia pernah berzina dan pernah mencuri?’ Maka Rasul menjawab : ‘Meskipun dia pernah berzina dan pernah mencuri.’” (HR. Muslim)
Makna yang dimaksud adalah apabila salah seorang dari umat Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam (Yaitu kita) tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, dan beriman kepada Rasulullah sholallahu ‘alaih wa sallam serta mengamalkan apa-apa yang sesuai dengan imannya itu, niscaya kelak di akhirat ia pasti akan masuk di dalam surga, betapapun besarnya dosa yang ia lakukan, berkat rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena seungguhnya Rahmat dan kasih sayang Allah itu tidaklah terbatas.
Oleh sebab itu, marilah kita perbanyak mengucapkan kalimat tauhid di waktu senggang maupun sempit, karena sebagaimana Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
“Seutama-utamanya (bacaan) dzikir adalah (ucapan) ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ (Tiada tuhan melainkan Allah).” (HR. Tirmidzi)
Dan semoga kita dijadikan orang yang dijanjikan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabdanya,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ (في رواية) وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya (kalimat) ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ (tiada tuhan melainkan Allah), ia pasti masuk surga -dalam riwayat yang lain- ia wajib (harus) masuk surga .” (HR. Abu Daud & Ahmad)

Puasa Syawal tapi Belum Qadha Ramadhan

Jika mendengar judul di atas, maka persoalan ini sering sekali dipertanyakan oleh kaum muslimat yang biasanya mendapatkan uzur di bulan Ramadhan sehingga tidak bisa puasa sebulan penuh dan kemudian tatkala telah memasuki bulan syawal, mereka ingin puasa sunnah 6 hari di bulan syawal akan tetapi mereka belum mengqodho puasa ramadhan, bagaimana hukumnya ?
Terkait dengan Qadha puasa wajib Ramadhan puasa sunnah ada dua :
  1. Puasa sunnah yang masih memiliki hubungan dengan puasa Ramadhan, contoh puasa jenis ini adalah puasa syawal. Berdasarkan hadits,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun.” (HR. Ahmad 23533, Muslim 1164, Turmudzi 759, dan yang lainnya)
  1. Puasa sunnah yang tidak memiliki hubungan dengan puasa Ramadhan, contohnya Puasa Arafah, puasa Asyura’ dan lain-lain.
Dari dua jenis puasa di atas, puasa sunnah yang memiliki hubungan dengan puasa Ramadhan hanya boleh dilaksanakan jika puasa Ramadhan telah dikerjakan dengan sempurna, karena pada hadits diatas secara tegas menyebut “...melaksanakan puasa Ramadhan kemudian...”, oleh karena itu orang yang belum mengQadha puasa Ramadhan, berarti puasanya belum sempurna di bulan Ramadhan. Sehingga, jika orang itu ingin mengerjakan puasa Syawal dia harus lebih dulu mengQadha puasanya.
Adapun untuk puasa sunnah yang tidak memiliki hubungan dengan puasa Ramadhan, boleh dikerjakan terlebih dahulu, selama masa pelaksanaan qadha puasa Ramadhan masih panjang dan memungkinkan untuk dikerjakan.

Kemudian ada yang mengatakan bahwasanya niat Qadha puasa Ramadhan dan puasa syawal bisa digabungkan. Pendapat ini adalah pendapat yang salah jika ditinjau dari segi makna hadits diatas. Yaitu dimana Rasulullah menerangkan bahwasanya puasa Syawal baru boleh dilaksanakan setelah mengerjakan puasa Ramadhan.

Puasa Ramadhan sudah, Puasa Syawal sudah juga belum ?

Kaum muslimin dan muslimat yang ingin mengkaji Islam, bulan Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita dan bulan syawal pun telah datang. Jika pada bulan Ramadhan kita diwajibkan untuk berpuasa, sebagai pelebur dan pembakar dosa-dosa kita selama satu bulan lamanya. Maka, pada bulan Syawal ini kita disunnahkan untuk berpuasa selama 6 hari lamanya yang mana nanti pahalanya seperti kita puasa satu tahun penuh, hal ini sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya :
Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa 6 (enam) hari bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti puasa satu tahun penuh. (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Jadi, orang yang ingin mendapatkan pahala seperti puasa tahun lamanya bagi mereka yang puasa sebulan penuh di bulan ramadhan kemudian diikuti 6 hari di bulan syawal. Bagaimana perhitungannya, Rasulullah telah menjelaskan dalam hadits yang lain,
جعل الله الحسنة بعشر أمثالها فشهر بعشرة أشهر وصيام ستة أيام تمام السنة
Artinya :
Allah menjadikan kebaikan dengan 10 kali lipat. Maka satu bulan sama dengan 10 bulan. Dan puasa enam hari sama dengan setahun penuh. (HR. Nasa'i)
صيام شهر رمضان بعشرة أمثالها وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة
Artinya :
Puasa sebulan Ramadan pahalanya 10x lipat. Puasa enam hari bulan Syawal sama dengan dua bulan. Maka jumlahnya sama dengan setahun penuh. (HR. Ibnu Khuzaimah)
Dari kedua hadits tersebut jika kita buat rumus matematika maka :
Satu Bulan = 30 Hari, satu tahun = 12 bulan, berarti satu tahun = 360 hari
Puasa Ramadhan satu hari pahalanya dikali 10x lipat, sedangkan puasa syawal 6 hari seperti 2 bulan.
Jadi, Rumusnya : 30 hari di bulan Ramadhan X 10 = 300 Hari ditambah 6 Hari syawal = 2 bulan = 60 hari, totalnya adalah 360 hari.


Surga Pria ada pada Ibunya, sedangkan Surga Wanita ada pada Suaminya

Saudara dan saudariku, Allah itu maha adil dan bijaksana tiada pun yang terjadi di dunia ini melainka akan terjadi dengan keadilan dan kebijaksanaan Allah.
Kita hidup di dunia ini hanya sementara, dan akhirat-lah yang nantinya akan menjadi tempat kembali kita untuk selama-lamanya. Tapi, yang menjadi pertanyaan apakah di akhirat kelak masuk surga dan merasakan kenikmatan yang tiada bandingannya? Atau kita masuk neraka dan merasakan siksaan yang amat sangat pedihnya ? Kita meyakini, bahwa memang setiap orang yang beriman meskipun berdosa pasti akan masuk surga, meskipun mampir dulu ke neraka.
Terus yang menjadi pertanyaan, bagaimana seorang yang beriman masuk surga tanpa mampir dulu ke neraka. Jawabannya ada dua :
Pertama,untuk kaum adam (pria) yang ingin masuk surga adalah dengan berbakti kepada kedua orangtuanya terutama kepada ibunya, hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Muawiyah bin Jahimah As-Salami bahwasanya ia pernah datang menemui Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin pergi berjihad, dan aku datang kepadamu untuk meminta pendapat.” Beliau berkata, “Apa kau masih mempunyai Ibu?” Ia menjawab, “Ya, Masih.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,
فألزمها فإن الجنة تحت رجليها
“Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu dibawah kedua kakinya.” (Riwayat an-Nasa’i)
Di dalam hadits ini kita lihat, ketika ada seorang sahabat Rasulullah izin untuk pergi berjihad, tapi rasulullah malah menanyakan apa ia masih memiliki ibu atau tidak. Jika masih, maka ia lebih baik izin terlebih dahulu kepada ibunya untuk pergi berjihad. Kita ketahui, bahwasanya jihad itu wajib hukumnya, jika mati ketika jihad maka syahid dan surga menantinya. Akan tetapi disini, rasulullah menjelaskan bahwasanya berbakti kepada ibunya lebih mulia daripada berjihad di medan perang.
Kedua, untuk kaum hawa (wanita) yang ingin masuk surga adalah dengan taat dan patuh kepada suaminya, hal ini sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,
أيما امرأة ماتت وزوجها راض دخلت الجنة
“Wanita mana saja yang meninggal dunia dan suaminya dalam keadaan ridho padanya, maka ia pasti masuk surga.” (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dalam hadits ini Rasulullah menjelaskan bahwasanya keridhoan suami itu dapat menyebabkan seorang istri masuk surga, bagaimana menjadi istri yang mendapatkan ridho suami, yaitu istri yang senantiasa patuh dan taat terhadap suaminya dalam hal yang diperbolehkan dalam syariat. Jadi andaikata ada seorang suami yang melarang istrinya untuk bertemu dengan orangtua istrinya karena suami memiliki hajat terhadapnya, maka ia tidak boleh bertemu orangtuanya.. (pembahasan ini akan kami ulas lebih jauh dalam artikel selanjutnya) insya Allah.

Total Pengunjung

Powered by Blogger.

Pencarian